Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada hamba dan utusan-Nya, kekasih Ar-Rahman, da’i yang mengajak kepada jalan Allah dan lentera pencerah bagi umat manusia, beliau yang telah mendakwahkan tauhid dengan penuh pengorbanan dan perjuangan.
Amma ba’du.
Tauhid, sebuah kata yang sudah sangat akrab di telinga kita. Setiap muslim tentu ingin dirinya termasuk di dalam barisan muwahhidin yaitu orang-orang bertauhid. Karena tauhid inilah perkara paling agung dan paling mulia di alam dunia ini, yang dengannya Allah tegakkan langit dan bumi, yang dengannya Allah utus para rasul, Allah turunkan kitab-kitab, dan dengan sebab tauhid itu pula Allah berikan balasan surga bagi mereka yang tunduk kepadanya, dan neraka bagi mereka yang menolak dan mencampakkannya.
Adalah kebahagiaan yang tidak terkira bagi mereka yang mengenal tauhid dan menyelami keindahan ajaran dan kaidah-kaidahnya. Kebahagiaan yang tidak bisa dinilai dengan tumpukan emas dan perak. Kebahagiaan yang tidak bisa ditebus dengan segala kekayaan dunia dan anak keturunan yang dimiliki oleh manusia.
Kebahagiaan yang akan menggerakkan hati dan lisan serta anggota badan mereka untuk bersyukur kepada-Nya. Syukur atas nikmat kehidupan yang Allah berikan. Syukur atas nikmat waktu yang Allah limpahkan. Syukur atas nikmat kesehatan yang Allah berikan. Syukur atas nikmat hidayah dan iman yang Allah karuniakan.
Betapa bahagianya hati insan beriman ketika mereka telah mengenal Allah dan mencintai-Nya. Mendahulukan kehendak Allah daripada keinginan hina hawa nafsu dan ambisi rendah kebinatangannya. Mengabdi kepada Allah dengan penuh keikhlasan, bersih dari kotoran berhala, syirik, sihir, perdukunan, dan segala bentuk bid’ah dan pembangkangan. Tauhid inilah yang telah menggerakkan setiap rasul untuk menebar dakwah kepada umat manusia. Berdakwah siang dan malam. Berdakwah kepada orang terdekat maupun kepada orang yang jauh. Walaupun rintangan dan hambatan menghadang, kenikmatan tauhid tak pernah lepas dari dalam lubuk hati mereka.
Tauhid inilah ajaran nabi Ibrahim ‘alaihis salam, sang pemimpin dan teladan umat beriman. Seorang hamba dan utusan Allah. Hamba; karena pengabdiannya yang tiada tara, demi tegaknya tauhid dan tertumpasnya syirik di tengah kaumnya. Utusan Allah; karena beliau telah menunaikan tugasnya menyampaikan risalah Islam dan tauhid ini kepada manusia. Dakwah yang akan mengentaskan manusia dari gelapnya pemujaan sesama menuju terangnya tauhid dan penghambaan kepada Rabb alam semesta.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, tauhid terlalu indah dan terlalu mulia untuk digambarkan dengan kata-kata. Karena tauhid bukanlah sekedar kumpulan kalimat yang indah, akan tetapi tauhid menuntut keikhlasan hati dan ketundukan anggota badan kepada syari’at Rabbnya. Tauhid terlalu mahal untuk dijual sehingga dunia seisinya pun tidak akan bisa digunakan untuk membelinya. Tauhid terlalu agung untuk diobral kepada setiap konglomerat dan pemuja dunia yang telah menjadikan selain Allah sebagai sesembahannya.
Membiarkan diri hanyut dalam kebodohan tentang tauhid adalah sebuah bencana dan biang malapetaka. Bencana yang tidak bisa digambarkan kengerian dan kerusakan yang ditimbulkan olehnya. Bencana yang akan mengantarkan manusia kepada azab dan siksa neraka yang menyala-nyala. Azab yang Allah siapkan untuk siapapun yang durhaka dan melenceng dari garis tauhid dan jalan keimanan. Menolak tauhid akan berujung kepada kesengsaraan dan kepedihan yang tak terkira. Membuang tauhid adalah perbuatan yang merugikan diri sendiri dan mencelakakan hidupnya. Menyingkirkan tauhid sama artinya dengan membuka gerbang Jahannam yang akan membakar kulit dan tubuh mereka, menghanguskan kulit kepala dan merobek persendian, mengoyak usus, membakar tenggorokan, dan menghancurkan semua kenikmatan yang dahulu pernah mereka rasakan ketika hidup di dunia.
Tidak terbayangkan kesengsaraan yang diperoleh dan siksaan yang dirasakan oleh orang-orang yang bersikeras dengan syirik dan kekafiran. Karena satu kali celupan di dalam neraka telah membuat mereka lupa akan semua kesenangan dan hawa nafsu yang mereka puaskan selama hidup di dunia. Sebagaimana tidak bisa dibayangkan kenikmatan yang Allah berikan kepada insan bertauhid di akhirat; karena satu kali celupan di surga membuat mereka lupa akan semua kesusahan dan kesulitan hidup yang mencekik dan menyelimuti hidup dan kehidupan mereka di dunia.
Ya! Dunia ini hanyalah sementara, ia tidak abadi seperti yang dikhayalkan oleh para pemuja materi dan penyembah hawa nafsu. Hidup seribu tahun di dunia pun tak akan ada gunanya apabila dilandasi dengan kekafiran dan syirik kepada-Nya. Karena setelah itu orang-orang kafir dan musyrik akan tenggelam dan terus-menerus tersiksa di dalam neraka; yang mereka tidak sanggup untuk keluar dan membebaskan diri darinya. Mereka tidak pernah bisa masuk surga, kecuali apabila onta bisa masuk lubang jarum. Sungguh, kengerian yang amat luar biasa dan akan menghancurkan semua kenikmatan semu yang ditawarkan Iblis kepada manusia.
Iblis menjual dunia kepada manusia agar mereka mau menyerahkan agama dan tauhidnya. Iblis telah bertekad sejak dahulu kala untuk menyesatkan bani Adam dan menenggelamkan mereka dalam lautan maksiat dan kekufuran kepada-Nya. Iblis bekerja keras siang dan malam untuk merekrut bala tentaranya dari kalangan manusia. Iblis menawarkan janji-janji dan kepalsuan demi merebut simpati manusia dari segala kalangan. Agar mereka mau mengabdi kepadanya dan tunduk kepada rencana jahatnya. Itulah Iblis, musuh bebuyutan umat manusia sejak dahulu kala.
Hidup Bersama Tauhid
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidaklah menghendaki dari mereka rizki dan Aku juga tidak menginginkan mereka untuk memberikan makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia Yang Maha Pemberi Rizki dan Pemilik Kekuatan Yang Maha Dahsyat.” (Adz-Dzariyat : 56-58)
Syaikh Abdul Muhsin Al-’Abbad hafizhahullah berkata, “Allah ‘azza wa jalla menerangkan di dalam ayat-ayat ini bahwasanya Dia menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya semata yang tiada sekutu bagi-Nya, artinya untuk memerintah dan melarang mereka. Barangsiapa yang taat kepada-Nya maka Allah berikan pahala kepadanya, sedangkan barangsiapa yang durhaka kepada-Nya maka Dia akan menghukumnya. Dan bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala Maha Cukup sehingga tidak membutuhkan apa pun dari mereka, sementara mereka itulah yang butuh kepada-Nya.” (Min Kunuz Al-Qur’an, Kutub wa Rasa’il, 1/312)
Para ulama kita juga menjelaskan bahwa makna ayat di atas adalah ‘tidaklah Allah menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mentauhidkan-Nya’. Demikian sebagaimana keterangan yang dikutip oleh Syaikh Dr. Sa’id Al-Qahthani hafizhahullah dari tafsir Imam Al-Qurthubi (lihat Nurut Tauhid wa Zhulumatu Syirki fi Dhau’il Kitab was Sunnah, hal. 8)
Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah mengatakan, “Ayat itu menunjukkan bahwa Allah ta’ala menciptakan makhluk/manusia demi suatu hikmah yang agung yaitu supaya mereka menunaikan kewajiban yang ada di pundak mereka yaitu untuk beribadah kepada-Nya semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.” (Qurratu ‘Uyunil Muwahhidin, hal. 3)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian; yaitu yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (Al-Baqarah : 21)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Allah menujukan pembicaraan -dalam ayat- ini kepada umat manusia. Karena umat manusia semuanya wajib beribadah kepada Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Dan ibadah itu adalah perendahan diri kepada Allah ‘azza wa jalla dengan melakukan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Selain itu istilah ibadah juga sering dipakai untuk menyebut sesuatu yang dilakukan untuk beribadah, yaitu ibadat-ibadat yang dilaksanakan oleh manusia, seperti halnya sholat, puasa, zakat, dan haji.” (Ahkam Min Al-Qur’an Al-Karim, hal. 105)
Imam Al-Qurthubi rahimahullah menerangkan, bahwa perintah beribadah di dalam ayat ini mengandung makna perintah untuk mentauhidkan-Nya serta berpegang-teguh dengan syari’at-syari’at agama-Nya. Asal makna ibadah ialah ketundukan dan perendahan diri. Dan ibadah itu juga bisa diartikan dengan kepatuhan/ketaatan (lihat Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an 1/340-341)